MUARA TEWEH – Pembebasan lahan oleh perusahaan tambang batu bara PT Multi Tambangjaya Utama (MUTU) di Desa Muara Mea Kabupaten Barito Utara, saat ini sedang menjadi topik hangat di masyarakat terkait masalah ganti rugi lahan.
Informasi yang diterima menyebutkan bahwa dalam pembebasan lahan tersebut terdapat dua nama penerima atas nama Jaya Pura yang tidak lain adalah Kades Muara Mea, satu nama dengan total 34 Hektare dan satu lagi dengan luas 100 Hektare.
“Saya punya hak atas ganti rugi lahan itu, namun tidak kebagian uang pembebasan lahan tersebut.Sebab hak saya dihapus oleh Kepala Desa Muara Mea Jaya Pura,” kata salah seorang warga Muara Mea Sutnadi di Muara Teweh, Jumat (10/12).
Sutnadi mengaku merupakan keturunan warga Muara Mea, dan itu tertuang pula secara tertulis dalam silsilah keturunan warga desa Muara Mea yang ditandatangani Kepala Adat Desa Muara Mea tertanggal 3 Mei 2006.
Tidak hanya itu saja, Sutnadi juga mengatakan, bahwa leluhurnya dulu juga turut andil dalam pembayaran upeti ke pihak Belanda, untuk menebus tanah tersebut.
“Sebenarnya Kades Muara Mea Jaya Pura mengetahui saja kalau saya merupakan keturunan warga Desa Muara Mea, dan saya juga sudah menyerahkan bukti silsilah keturunan dan saya juga pernah memperlihatkan berita acara tahun 2005,” kata Sutnadi.
Ia juga membeberkan, mengenai adanya saudara Kades Muara Mea yang tinggal di luar wilayah Desa Muara Mea, namun memperoleh delapan Hektare lahan. Sementara warga lainnya yang sama tinggal di luar Desa Muara Mea hanya diberikan dua hektare.
“Saya berharap hak saya atas uang pembebasan lahan tersebut juga dapat dibayarkan sama seperti warga Desa Muara Mea lainnya,” ucapnya.
Terkait hal ini, Kades Muara Mea Jaya Pura dikonfirmasi wartawan tidak menampik terkait dengan adanya dua namanya (Jaya Pura) dalam daftar penerima ganti rugi lahan tersebut. Nama Jaya Pura dalam daftar tersebut merupakan salah satu terbanyak yang menerima uang dari ganti rugi lahan dari perusahaan tambang PKP2B tersebut.
“Terkait untuk Sutnadi memang tidak mendapatkan bagian atas uang pembebasan lahan tersebut, karena bukan merupakan warga Desa Muara Mea,” kata Kades.
Menurutnya terkait pembebasan lahan ini, sudah ada kesepakatan berdasarkan musyawarah. Bahwa yang mendapatkan adalah penduduk tetap dan penduduk kelahiran Desa Muara Mea.
Adapun sistem pembagian, jelas dia, untuk penduduk tetap atau berdomisili di Desa Muara Mea mendapat delapan hektare, penduduk kelahiran desa Muara Mea yang pindah karena menikah mendapat empat hektare dan untuk yang hanya lahir di desa Mua Mea mendapat dua Hektare.
“Jadi untuk Sutnadi tidak mendapatkan uang pembagian lahan, karena bukan merupakan warga Muara Mea,” tegasnya.
Kades juga menuding, Sutnadi ingin ikut campur tangan atau intervensi mengenai masalah ganti rugi lahan ini. “Sutnadi ada datang ke rumah, meminta pembagian yang sama seperti masyarakat Desa Muara Mea,” katanya, seraya berkata Sutnadi juga tidak mau kalau hanya diberi sejenis seperti saweran.
Permintaan itu ditolak olehnya, dengan alasan bukan warga disini dan juga harus pindah ke desa Muara Mea.”Soalnya kita nanti dikomplain warga mengapa orang luar bisa dapat,” ujarnya.
Mengenai adanya dua daftar nama atas nama dirinya, Kades tidak membantah mengenai informasi tersebut. Ia menjelaskan, bahwa dalam pencairan lahan ini ada masyarakatnya yang terkendala dalam pembuatan atau membuka rekening bank, sehingga untuk pencairan menggunakan namanya.
“Jadi ada tiga keluarga yang dimasukan ke kita, makanya hektarenya banyak dan uangnya banyak. Ini yang dipelesetkan di luar sana kades paling banyak dapat,” katanya, seraya menjelaskan pula bahwa untuk miliknya dan keluarga, hanya berjumlah empat orang.(Red)