MUARA TEWEH – Supriadi merupakan ahli waris pemilik lahan yang sah merasa keberataan atas haknya yang di rampas Kades dan warga Desa Muara Mea yang dipaksa oleh mafia tanah untuk tidak mengakui kepemilikan lahan warisan. Padahal, lahan tersebut merupakan warisan orangtuanya yang sudah meninggal dunia.
Supri panggilan akrabnya menyampaikan akan melawan atas kezoliman yang dilakukan Kades bersama sejumlah stafnya. Ia mengaku kaget begitu mendengar dan berdasar hasil rapat warga secara sepihak memutuskannya menolak dan mencabut SKTA.
Sebab, lahan yang sudah puluhan tahun diwariskan orangtuanya mau dibagikan pihak desa kepada warga Muara Mea, Kecamatan Gunung Purei.
Menurut Supriadi, dirinya jelas tidak menerima dengan keputusan sepihak yang ingin merampas lahan miliknya yang sudah dibuktikan dengan surat kepemilikan SKTA serta sudah dilakukan pembayaran pajak PBB.
Sayangnya tagihan pajak PBB tersebut tidak dapat dibayarkan oleh ahli waris, karena tagihannya ditahan kades dan tiba-tiba dicabut secara sepihak oleh kades tanpa adanya pemberitahuan kepada ahli waris.
Dan jika pun ada tembusan itu hanya rekayasa kades dan stafnya beserta mafia tanah.
Ia juga mengatakan, bahwa kades dan aparaturnya menolak dan mencabut SKTA miliknya, Karena diduga korban mafia tanah dan maklar tanah dengan iming-iming yang akan dibayarkan sebesar Rp 15 miliar.
“Seharusnya, sebelum memutuskan itu, saya diundang bersama keluarga agar permasalahan ini biar jelas. Namun, begitu diundang, justru sudah keluar hasil keputusan. Karenanya, kami bersama keluarga merasa keberataan,” tegas Supriadi dalam rapat bersama warga di Rumah Betang Desa Muara Mea, Selasa (6/4/2021) kemarin.
Menurut Supriadi, pihaknya juga merasa aneh dengan pihak desa. Sebab, kata dia, lahan yang merupakan warisan dari orang tuanya justru memicu permasalahan dengan kepala desa (kades) yang baru. Padahal, sebelumnya kades yang dulu bersama warga tidak pernah mengurusi masalah ini.
“Permasalahan ini baru saja terjadi dan kita sebagai ahli waris baru mengetahui setelah ada undangan rapat,” ucap Supriadi.
Ia menegaskan bersama keluarga besar meminta agar masalah ini diselesaikan secara adat maupun pengadilan. Apalagi, tanah yang dikuasai telah sesuai dengan amanah orang tuanya.
“Kami akan pertahankan, agar tidak seorangpun mengambilnya secara sepihak, karena ini warisan, sehingga kami tidak akan mundur sekali pun,” katanya.
Ia merasa aneh karena Kades telah mengambil kewenangan penyidik kepolisian dan ahli forensik terkait keabsahan tanda tangan para pihak yang menanda tangani berkas kepemilikan lahan tersebut. Sehingga menyatakan lahan yang dimilikinya itu tidak memiliki keabsahan.
Berdasarkan hasil rapat dengan mengundang beberapa orang perwakilan Dewan Adat Dayak (DAD) di Rumah Betang Desa Muara Mea, pihak desa yang dipimpin kepala desa menegaskan lahan yang diklaim itu tidak memiliki keabsahan, sehingga tidak menguatkan ahli waris mengakui kepemilikan.
“Dengan begitu lahan tersebut nantinya akan dibagikan kepada seluruh warga desa,” kata Kades Muara Mea, Jaya Pura. (Red)